5/29/11

Kerinduanku Ya Musthofa

Sajaksajakmu kubaca
serupa ayat ketika kalimatmu menjadi sungai
membelah belantara, ngalir ke samudera

lalu aku
akan menjadi ombak
menanti perjumpaan di lautan

antara surut pasang gelombang
aku bertanya pada diriku
dimanakah engkau
sebelum gelombang pergi dan datang lagi
membawaku kepada rindu

diamdiam kudzikirkan asmamu, Musthofa
menziarahi setiap jengkal kata
yang menjadikanmu abadi

aku ingin mendekapmu dan bercerita
seperti bocahbocah bergelayut manja di dada bunda
kisahkan peperangan yang telah dia menangkan
dalam permainan

sebelum akhirnya kusadari
bahwa kaulah lautan
ruh setiap nyawa di samudera

kau adalah pepohonan
kau adalah rumahrumah
kau adalah setiap keadaan
kau adalah aku

kau adalah sesiapa
yang sadari dan tidak
sebab kau adalah rasa di setiap kata
ruh di setiap jiwa

kau ada dalam aku
sebagaimana aku ada sebab engkau

aku adalah ikanikan kecil
yang kau biarkan berenang
dan menjadi asin dari segenap rasa
dan kaulah samudera itu

Musthofa, kepada pagi yang mengantarmu ke lautan aku berpesan
saat rintik hujan malam ini menetes di rumbia
serupa sayatan merejam dadaku
rindu tentang perjumpaan yang entah kapan

kusebut namamu wahai Musthofa
dalam cinta yang kusenandungkan penuh kerinduan
tak lagi menanti jawab
apalagi mempertanyakan tentang perjumpaan

waktu akan memahat rasa
dengan kidung yang selalu aku persembahkan
di setiap saat dalam sesat
meniti gelap perjalanan menujumu

menuju cinta
dan kerinduanku ya Musthofa


+zamroni allief billah+
Rembang, 16 Maret 2011
(Untuk 18 Maret "Kethek Ogleng")

ketika jemari kita bersentuhan

jujur saja
kita cuma berpura-pura saling melupakan
jemari kita pernah bersentuhan entah sengaja atau tidak
terasa angin sejuk menggetarkan dedaunan
kuingat ketika kita sama sama memandang rintik hujan
sementara saling membisu
ujung jemarimu terasa bergetar seperti dedaunan ketika kuberanikan
untuk menyentuhnya
sebenarnya apa yang terjadi diantara kita?
ataukah cukup kita simpan sebagai catatan kecil
yang akan kita baca menjelang tidur malam
aku hanya mengingatkanmu
bahwa
jemari kita pernah bersentuhan
dan tanganku pernah diatas pundakmu


+may mintaraga+

5/24/11

Yang Memuakkan

oleh Akar Belukar

Apa iya kita sudah kenyang saat ini?
kalian yang hidup dalam keserba adaan pasti akan menjawab lapar!
bukan lapar untuk melahap nasi dan sepotong daging milik kami
Ya, mata kalian selalu kelaparan melihat apa yang bukan hak kalian!
Dan kami amat sangat tak senang dengan permainan katakata kalian yang hanya membuat kami muak
Ah, beribu kali kami muak!

Lelaki Sepi

oleh Rini Intama


malam
sunyi membawa mimpi tak berkaki
gelinjang sukma tak menepi

pagi
menemu lukisan sang dewi
tembang pora menyayat nyeri

siang
suara tua lelaki sepi
menghitung hari

[dimuat dalam buku "antologi puisi 105 penyair" 2011]

Perempuan Sepi

oleh Yudhie Yarcho


perempuan itu selalu ada di sana
sendiri saja
berteman senja
yang mulai menua
menatap buih ombak di seberang jendela
"adakah kapal yang berlabuh di dermaga?"

perempuan itu masih menanti
terasing dalam melankolia sepi

[dimuat dalam buku "kumpulan puisi bintang kata" 2010]

5/18/11

benci keramaian

oleh ydy

aku benci keramaian. aku mencintai kesendirian. aku tidak ingin bersama dengan satu-dua-empat atau lebih orang. bersama mereka, otakku buntu, imajinasiku kelu, pikiran dan emosiku beku. lebih baik aku sendiri. daripada harus bersama orang lain, hanya untuk mendengarkan kesombongan mereka, saja. aku mencintai kesendirian. jadi, jangan kau coba usik kesendirianku ini, atau kau akan rasakan akibatnya nanti

riwayat kerabat maksiat

oleh Almarhum Dendi Septyadi

taman makam pahlawan katanya
(padahal pahlawan sebenarnya bahkan tak punya makam)

o

kerabat maksiat
langit temaram

muntah segala sumpah serapah
kubur pahlawan-pahlawan itu di tempat paling megah

kuburan tapal kuda
kuburan pemikiran-pemikiran anak negeri

hey anak kolong,
pantas
mereka tak mau kita menjadi cerdas
kalau kita cerdas maka kita berontak

kubur saja mimpi kita sama sama
di rumah trilyunan kerabat maksiat

di sana
gedung tapal kuda

Pada Tepi Malam

oleh Akar Belukar

Sudahlah, esok saja kita lanjutkan kembali
perbincangan yang hangat dan damai ini
malam pun segera menepi dan nyepi
Agar bulan sempurna bersinar lembut di beranda kita
Dan fajar tak berkabut memecahkan embun penyejuk

Untuk Wanita Kemarin

oleh Rhiry Nandarrahayu

Hariku berakhir di sini
Di bawah purnama malam ini
Tebusan dari kematian-kematianku yang lalu
Ku puisikanlah untukmu
Lima batang menthol terbakar di bawah gerimis
Bersama sebuket bunga yang menangis
Bunga krisan putih, anggrek nila dan bunga kecil-kecil kuning hijau
Ku rangkai untukmu yang tak terjangkau
Tapi kau tak kunjung datang
Menyapa atau sekedar salam

Nona...
Engkau yang penuh panorama
Bak diorama bidadari dunia

Dibawah gerimis ini
Dibawah purnama yang aneh ini
Kususuri jalan membawa sebuket bunga yang menangis

Dalam Mabuk

oleh Juned Topan

Mabuk ini semakin menakutkan
meliar
mengganas
membakar kesunyianku
Gairahnya bergelora
Agung
Mengesankan
Tak tertampung dalam puisi

Aku harus menghentikan sejenak
Terlihat istriku mulai kurang sabar dgn kesulitan
Anak anakku dgn jenakanya menyodorkan tagihan sekolahnya yg membengkak
Aku harus turun sejenak
menyapa bumi mengambil sedikit apa yg menjadi hakku dan hak mereka

atas dunia
sekedar perbekalan
dalam perjalanan panjang melelahkan
untk kemudian kembali pada sepi
menyetubuhi sunyi
menari dalam ritual rindu sembah yang suci :
Senandungku adalah ke jujuran
tak bermuatan kehendak diri
Tarianku adalah pembebasan burung burung putih
bebas pergi dan berdiam di setiap sangkar hati

25sept2010